.:: Selamat Datang di mrsaputra96.blogspot.com, Semoga isi dari blog ini bermanfaat bagi anda ::.

Minggu, 23 Oktober 2016



Kompetensi Wajib Auditor Syari’ah

Oleh Kunti Jeihan Qisytiyah

            Selama beberapa tahun terakhir Institusi Keuangan Syari’ah mulai mengalami perkembangan di Indonesia. Banyak bermunculan Institusi Keuangan Syari’ah, baik dari sektor perbankan maupun non perbankan. Menurut situs www.bi.go.id Total per April 2016 jumlah BUS tercatat sebanyak 12 dan UUS sebanyak 22. Jumlah tersebut terbilang banyak mengingat mereka bermunculan hanya dalam kurun waktu kurang lebih 1 dekade.
            Institusi keuangan syari’ah lain yang mulai marak di masyarakat adalah dari sektor asuransi. Banyak perusahaan asuransi didirikan dengan menganut konsep usaha syari’ah. Perusahaan asuransi konvensional pun mulai membuka jasa produk asuransi syariah. Berdasarkan laporan yang disampaikan oleh ketua umum asosiasi asuransi syariah Indonesia (AASI) Taufik Marjuniadi menyatakan saat ini terdapat 8 perusahaan asuransi syariah baik jiwa atau umum. Dengan rincian 19 unit asuransi jiwa syariah, 22 unit asuransi umum, 2 unit reasuransi syariah dan satu unit full, 8 pialang asuransi syariah dan satu perusahaan penjamin syariah. (www.aasi.or.id)
            Tetapi dengan semua pertumbuhan dan perkembangan diatas, Institusi Keuangan Syariah masih mengalami kesusahan dalam menjalankan usahanya. Seperti yang dialami oleh sektor perbankan syariah. Memasuki periode kartal II/2016 laba perbankan syariah mengalami penurunan yang signifikan. OJK mencatat bahwa laba perbankan syariah turun hingga 37,81 persen per Mei 2016. BUS mencatatkan kerugian sebesar 14 Miliar, sedangkan UUS masih mencatatkan kenaikan laba tipis dibanding tahun lalu sebesar 700 miliar atau sebesar 1,59 persen. Market bank syariah juga masih dibawah angka 5 persen, jauh jika dibandingkan dengan Malaysia yang berada di angka 20 an persen. (www.m.bisnis.com)
            Penyebab permasalahan Institusi Keuangan Syariah diatas bisa jadi karena kurang patuhnya Institusi Keuangan Syariah terhadap syari’at islam itu sendiri. Peneliti Junior BI Ali Sakti, menyatakan dalam salah satu kuliahnya bahwa salah satu yang membedakan antara Institusi Keuangan Syariah dengan Institusi Keuangan Konvensional adalah ada nya fakor yang dinamakan “keberkahan”. Ketika Institusi Syariah mulai meninggalkan hukum syariah, baik secara sistem atau motif maka keberkahan akan hilang. Sehingga dengan SDM berkemampuan terbaik pun kegiatan usaha tidak membuahkan hasil yang baik.
            Salah satu cara untuk memastikan bahwa Bank Institusi Keuangan Syariah mematuhi dan melaksanakan hukum syariah dengan melakukan proses audit, yang mana bukanlah proses audit biasa melainkan proses audit syariah. Secara umum audit syariah hamper sama dengan audit konvensional yaitu melakukan pemerInstitusi Keuangan Syariahaan terhadap laporan keuangan, hanya saja audit syariah juga menilai apakah Institusi Keuangan Syariah telah mematuhi dan tidak melanggar syari’at islam. Karena itu proses audit haruslah dilakukan oleh individu yang memiliki kemampuan dan pemahaman yang mumpuni dari segi akuntansi maupun segi hukum/Syari’at Islam.
            Pada prakteknya saat ini yang melakukan audit syariah adalah seorang auditor yang sedikit paham Syari’at Islam atau sebaliknya orang yang faham akan Syari’at Islam tetapi memiliki sedikit kemampuan akuntansi. Auditor Syariah yang benar – benar kompeten pun sedikit sulit ditemukan. Hal ini terjadi karena saat ini di Indonesia belum ada kerangka dasar yang menjadi acuan kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang Auditor Syariah.
            Salah satu kerangka dasar yang mungkin dapat diaplikasikan di Indonesia adalah usulan dari Nor Aishah Mohd Alia, Zakiah Muhammadun Mohamedb, Shahida Shahimib, Zurina Shafii dalan jurnal mereka yang berjudul “Competency of Shariah Auditors in Malaysia: Issues and Challenges”. Dalam jurnal tersebut mereka mengusulkan sebuah model kerangka dasar kompetensi apa saja yang harus dimilki oleh sseorang Auditor Syariah.

            Mereka menyatakan bahwa seseorang yang disebut Auditor Syariah komepeten adalah mereka yang memiliki tiga hal wajib, yaitu knowledge, skill, dan karakteristik lain. Yang dimaksud knowledge disini adalah pengetahuan yang diperoleh auditor syari’ah ketika sedang menempuh pendidikan formal dan pengetahuan yang diperoleh melalui kegitana pelatihan, seminar, dsb. Untuk memenuhi hal ini idealnya kampus – kampus dengan jurusan ekonomi syariah di Indonesia menghadirkan mata kuliah auditing syariah.

            Kriteria kedua yang harus dipenuhi adalah skill atau keterampilan kerja. Seorang Auditor Syariah haruslah memiliki keterampilan dalam mengaplikasikan pengetahuan yang didapat dalam praktek kerja sesungguhnya. Keterampilan yang harus dimiliki oleh seorang auditor telah diatur oleh Internal Audit Research Foundation (IIRF) yang terdiri dari 5 keterampilan teknis dan 5 keterampilan perilaku. Diantaranya adalah keterampilan untuk memahami bisnis klien, analisa resiko, mampu bersifat obyektif, dan lain sebagainya.

            Kriteria ketiga yang harus dipenuhi adalah karakteristik lain. Karakteristik lain merujuk pada karakteristik khusus yang dimiliki oleh tiap individu. Untuk menilai karakter yang paling sesuai dengan karakter seorang Auditor Syariah maka dapat dilakukan tes psikologi.

            Selain ketiga hal diatas, seorang Auditor Syariah juga haruslah memilki pengetahuan yang baik akan syari’at islam, baik secara ilmu maupun praktek. Individu yang hanya memahami Syari’at Islam secara ilmu saja tanpa mempraktikkannya dalam kehidupan tidak dapat dipercayai kredibilitasnya sebagai seseorang yang mengawasi praktek muamalah.

            Dengan memilki ketiga kriteria kompetensi diatas dan pemahaman dan praktik akan syari’at islam yang mumpuni seseorang barulah dapat disebut sebagai Auditor Syariah kompeten, yang mana diharapkan dapat membantu Institusi Keuangan Syariah maju dan tidak kehilangan berkah.

Referensi
  1. Nor Aishah Mohd Alia, Zakiah Muhammadun Mohamedb, Shahida Shahimib, Zurina Shafii. Competency of Shariah Auditors in Malaysia: Issues and Challenges. Journal of Islamic Finance, Vol. 4 No. 1 (2015) 022 – 030.IIUM Institute of Islamic Banking and Finance.
  2. www.m.bisnis.com
  3. www.bi.go.id







Tidak ada komentar:

Posting Komentar